Mengelola Konflik Kepentingan di Sektor Publik

Konflik kepentingan, secara sederhana dapat dimaknai sebagai situasi manakala pejabat publik memiliki kepentingan pribadi yang dapat memengaruhi kapasitasnya dalam mengambil keputusan untuk publik. Secara sengaja konflik kepentingan bisa diciptakan sebagai alat penyalahgunaan wewenang, akan tetapi bisa juga kehadirannya tidak disadari oleh pejabat publik.

Konflik kepentingan tidaklah sama dengan praktik koruptif. Konflik kepentingan lebih merujuk pada sebuah situasi, sedangkan praktik koruptif merupakan tindakan nyata, yang seringkali merupakan hasil dari konflik kepentingan yang tidak dikelola. Manakala konflik kepentingan gagal dikelola, situasi tersebut dapat mengarahkan pejabat publik pada serangkaian pelanggaran atau bahkan perilaku koruptif.

Speck (2003) menyebut “The concept of conflict of interest does not refer to actual wrongdoing, but rather to the potential to engage in wrongdoing”. Maka, sebagai sebuah kondisi seseorang bisa saja berada dalam konflik kepentingan, meskipun dia tidak melakukan tindakan yang koruptif. Hampir dipastikan bahwa seseorang memiliki peran atau relasi sosial lebih dari satu, sehingga kondisi konflik kepentingan hampir tidak mungkin untuk dihilangkan, melainkan hanya bisa dikelola agar tidak membawa pengaruh buruk dalam menetapkan kebijakan publik.

Konflik kepentingan dapat bersumber dari berbagai macam, mulai dari rangkap jabatan oleh pejabat publik hingga afiliasi tertentu yang mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pejabat publik. Artinya, pejabat publik perlu diberikan panduan untuk mengidentifikasi sumber-sumber konflik kepentingan secara lebih rinci, hingga tata cara mengelolanya agar keputusan yang diambil tidak dilakukan berdasarkan konflik kepentingan.

Riset selengkapnya dapat dilihat dan diunduh disini

Caksana Institute