Merdeka dari Politik Uang

Oleh: Wasingatu Zakiyah (Sekretaris Jenderal Caksana Institute)

Tulisan ini terbit pada kolom opini kompas.id tanggal 24 Agustus 2023

Tanggal 14 Juli 2023, sebulan sebelum peringatan Hari Kemerdekaan Ke-78 RI, Komisi Pemberantasan Korupsi meluncurkan kampanye Hajar Serangan Fajar. Sebuah kerja pencegahan yang dilakukan KPK di tengah isu penindakan terhadap Harun Masiku yang terlibat politik uang selama 3 tahun 7 bulan tidak pernah tertangkap. 

KPK menyasar kampanye ini untuk kelompok perempuan usia 36-55 tahun yang rentan terhadap upaya serangan fajar menjelang pemilu. Selain itu, kelompok gen Z dan milenial usia 17-35 tahun yang mampu menjadi pemengaruh (influencer) untuk turut menyebarluaskan pesan antipolitik uang melalui slogan”Hajar Serangan Fajar”. Secara umum, kampanye ini ditujukan kepada masyarakat. 

Menjadi pertanyaan besar, apakah langkah KPK mengampanyekan serangan fajar ada manfaatnya atau tidak?

Politik uang

Praktik politik uang di masyarakat saat kontestasi politik atau pemilu tak bisa dibendung. Perilaku ini membudaya dan memengaruhi sistem politik dan demokrasi. Akibatnya, politik berbiaya tinggi tak bisa dihindari.

Beragamnya modus politik uang di Indonesia terus berlangsung di setiap tahapan pemilu. Jual-beli suara atau pembelian suara secara langsung sebelum pencoblosan di tempat pemungutan suara (TPS) adalah praktik yang jamak dilakukan. Praktik lain adalah membeli suara dengan tanda tangan dan akan membayar setelah penghitungan di TPS atau bayar belakang.

Modus yang lama dilakukan adalah bakti sosial yang tidak sesuai dengan aturan. Pemberian barang yang berada di luar aturan, misal pemberian sejumlah uang ke tempat ibadah, jalan, talud atas nama pembangunan. Bahkan, saat ini dilegalkan, petahana memanfaatkan alokasi dana APBD/APBN untuk alokasi konstituen. Sampai isu jual-beli kandidat serta mahar politik terjadi. Dari ragam politik uang itu yang paling dikenal masyarakat adalah serangan fajar.

Meski disebut serangan fajar, dalam praktiknya uang diberikan pada malam atau pagi sebelum pemilih pergi ke TPS. Sasarannya adalah individu atau keluarga dengan harapan uang itu akan dikonversi dalam bentuk suara. Riset KPU menyebutkan bahwa setidaknya 72 persen masyarakat Indonesia menerima politik uang pada Pemilu 2019.

Serangan fajar merupakan ungkapan populer dari politik uang. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU No 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah menjelaskan bahwa bentuk serangan fajar tidak terbatas kepada uang, tetapi juga barang yang berada di luar ketentuan KPU.

Barang yang dimaksud berupa bahan kampanye dalam bentuk selebaran, brosur, pamflet, poster, stiker, pakaian, penutup kepala, alat makan-minum, kalender, kartu nama, pin, dan atau alat tulis yang apabila dikonversi dalam bentuk uang paling tinggi Rp 60.000.

Meski dampak politik uang menyebabkan hancurnya demokrasi di negeri ini, politik uang tidak masuk dalam ranah kejahatan luar biasa sehingga sanksinya sangat ringan.

Sayangnya, sanksi pidana di UU Pemilu ataupun UU Pilkada rendah. Berdasarkan Pasal 515 UU Pemilu, pelaku atau individu yang pada hari atau saat pemungutan suara sengaja melakukan politik uang terancam hukuman penjara selama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta. Dalam UU Pilkada, di Pasal 187 a Ayat 2, pihak pemberi dan penerima mendapat sanksi pidana minimal 3 tahun atau denda paling sedikit Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

Meski dampak politik uang menyebabkan hancurnya demokrasi di negeri ini, politik uang tidak masuk dalam ranah extraordinary crime atau kejahatan luar biasa sehingga sanksinya sangat ringan. Bahkan, tidak ada sanksi yang tegas atas perilaku politik uang khususnya serangan fajar. Kenyataannya, pada 2019 pelaku dan penerima juga tidak diproses lanjut.

Jauh panggang dari api

Kampanye Hajar Serangan Fajar dikhawatirkan hanya menjadi lip service KPK. Sepertinya, KPK kurang cermat memetakan di mana jantung serangan fajar itu berada. Agar tidak dianggap lip service semata, strategi kampanye Hajar Serangan Fajar dilakukan dengan beberapa cara.

Pertama, serangan fajar bukan ada di Ibu Kota, tetapi masuk ke individu atau keluarga pemilih seluruh Indonesia. Mengampanyekan Hajar Serangan Fajar hanya di Ibu Kota jauh panggang dari api. Maka, mengampanyekan keluarga antipolitik uang amat penting untuk Hajar Serangan Fajar. Keluargalah yang akan menentukan seseorang akan mau atau tidak menerima serangan fajar.

Kedua, posisi perempuan sebagai pemilih di pemilu rentan menjadi obyek. Hasil penelitian Money Politics and Regression of Democracy: Women Voters Vulnerability in Transactional Politics, studi kasus Pemilu 2019 di Indonesia yang ditulis oleh Neni Nur Hayati (Direktur Democracy and Electoral Empowerment) menunjukkan bahwa kurangnya literasi perempuan mengenai regulasi kepemiluan dan edukasi politik, pemilih perempuan rentan terkena politik uang karena mereka memang cenderung tetap menerima uang itu meskipun mengetahui bahwa politik uang dilarang. Atas dasar itu, kampanye Hajar Serangan Fajar kepada kelompok perempuan sangat relevan.

Kerentanan perempuan ini sebaliknya harus ditangkap sebagai kekuatan bagi perempuan untuk terus mengampanyekan antipolitik uang atau serangan fajar. Menjadikan perempuan sebagai agen antipolitik uang sangat efektif untuk meminimalkan dampak politik uang pada perempuan.

Ketiga, masuknya serangan fajar pada individu dan keluarga tidak lepas dari peran pemerintah dan kelompok di desa. Kemampuan pemerintah di 74.000 desa untuk menolak politik uang masuk ke wilayahnya perlu ditingkatkan. Upaya ini didukung dengan menguatkan gagasan antipolitik uang atau hajar serangan fajar melalui peraturan desa tentang larangan politik uang.

Aturan itulah yang menjadi dasar bagi desa untuk mengalokasikan anggaran pendidikan politik kepada warga desa yang menjadi penyelenggara pemilu di desa maupun kepada pemilih. Warga harus paham apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat pemilu, pilkada, bahkan pemilihan kepala desa.

Utopia bola salju

KPK mengharapkan kampaye Hajar Serangan Fajar menjadi bola salju di masyarakat hanyalah utopia. Di tengah menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap KPK, maka mengharapkan kampanye bergulir sendiri lalu berdampak luas, seperti menunggu godot. Tak akan pernah datang.

Strategi yang jelas dan tepat sasaran perlu dibuat oleh KPK bekerja sama dengan kelompok akar rumput. Kampanye yang tidak bisa berdiri sendiri, tetapi memanfaatkan jejaring diperlukan untuk menguatkan kampanye Hajar Serangan Fajar sampai ke akar rumput.

Kampanye bersama kelompok selama ini terbukti efektif untuk meminimalkan dampak. Kelompok perempuan desa, keagamaan, pemuda-pemudi, pendidik, serta tokoh desa dan kota harus disiapkan secara serentak untuk melawan politik uang.

Kampanye yang dilakukan di 74.000 desa di Indonesia akan efektif karena lokasi inilah yang menjadi sasaran empuk politik uang. Terlebih keberagaman dan makin canggihnya politik uang harus mampu diantisipasi oleh kelompok akar rumput.

Maka, kalau berniat agar rakyat merdeka dari politik uang, KPK harus serius bekerja bersama penyelenggara pemilu untuk secara masif bekerja bersama kelompok akar rumput sejak dini. Jangan sampai terlambat.


Caksana Institute